Home > Pendidikan

Dosen UNISA Bandung Cetak Duta Empati untuk Lawan Bullying di Sekolah

Budaya empati harus dibangun sejak dini agar siswa memiliki kepedulian terhadap perasaan orang lain

BISNISTIME.COM, BANDUNG (unisa-bandung.ac.id) -- Bullying masih menjadi persoalan serius yang berdampak pada kesehatan mental, rasa percaya diri, hingga masa depan siswa. Survei global (UNICEF, 2017) mencatat 23% siswa di Indonesia pernah mengalami bullying di sekolah.

Perilaku ini sering kali dipicu oleh kurangnya empati dan kesadaran sosial, serta lemahnya upaya pencegahan di lingkungan sekolah.

Menanggapi hal tersebut, dosen Prodi S1 Keperawatan Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Bandung, Rohman Hikmat S.Kep., Ners., M.Kep., Popy Siti Aisyah M.Kep bersama tim berkolaborasi dengan SMK Bina Siswa Cisarua menyelenggarakan program Pengabdian kepada Masyarakat bertajuk “Duta Empati”.

Program ini dilaksanakan pada Maret–Mei 2025 sebagai bagian dari gerakan anti-bullying di sekolah.

Menurut Popy sebagai anggota tim dari kegiatan PkM , kurangnya keterampilan empati sering menjadi pemicu munculnya perilaku bullying. Ia menegaskan bahwa budaya empati harus dibangun sejak dini agar siswa memiliki kepedulian terhadap perasaan orang lain.

“Bullying sering muncul karena rendahnya empati. Melalui program Duta Empati, kami ingin melatih siswa agar mampu memahami, menghargai, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat,” ungkapnya, Selasa (16/9/2025).

Popy menuturkan bahwa program ini menyasar siswa SMK Bina Siswa Cisarua dengan empat rangkaian kegiatan utama. Pertama, Sosialisasi Gerakan Anti-Bullying kepada siswa, guru, dan orang tua.

Kedua, Pelatihan Duta Empati berupa pembekalan keterampilan empati, komunikasi efektif, dan penyelesaian konflik. Ketiga, Penyuluhan Dampak Bullying bersama praktisi kesehatan mental dan psikolog. Keempat, Kampanye Empati melalui poster, media sosial, dan kegiatan sekolah.

Popy menambahkan, hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan pengetahuan siswa setelah mengikuti pelatihan, yakni sebesar 21,2% (pre-test 62,5% menjadi post-test 83,7%).

“Data ini membuktikan bahwa siswa semakin paham tentang pentingnya empati dan lebih terampil dalam membedakan antara bercanda dengan perundungan,” jelasnya.

Ia berharap program ini menjadi langkah berkelanjutan yang melibatkan guru, siswa, hingga orang tua.

“Empati harus dilatih dan dibiasakan. Jika seluruh komunitas sekolah terlibat, maka tercipta suasana belajar yang aman, nyaman, dan bebas perundungan,” pungkasnya. [ ]

Dok foto: UNISA Bandung

× Image