Zakat untuk Bangkitkan Desa, Atasi Kemiskinan Ekstrem

BISNISTIME.COM, BANTEN -- Kemiskinan ekstrem masih menjadi tantangan nyata di berbagai wilayah Indonesia. Data resmi menunjukkan bahwa sebagian besar warga yang tergolong miskin ekstrem berada di pedesaan, terutama di kalangan petani gurem—petani dengan lahan sempit yang hidup dalam tekanan struktural: akses terbatas terhadap teknologi, minimnya modal, serta posisi tawar yang lemah di pasar.
Ketika negara menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem dalam waktu dekat, pendekatan konvensional berupa bantuan tunai saja tidak cukup. Perlu solusi yang berkelanjutan, berbasis pada potensi lokal, dan memperkuat kapasitas warga desa untuk bangkit dari kemiskinan dengan martabat. Di sinilah zakat, sebagai instrumen sosial Islam, memiliki posisi strategis.
Zakat bukan sekadar ibadah individu, melainkan juga sistem distribusi kekayaan yang mengandung semangat keadilan sosial. Bila dikelola secara profesional dan progresif, zakat dapat menjadi sumber daya pembangunan yang mampu menggerakkan ekonomi umat dari bawah—dari desa, dari petani, dari mereka yang paling rentan secara struktural.
Salah satu contoh inspiratif datang dari Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa (Laz Harfa) di Banten. Mereka tidak hanya menyalurkan bantuan konsumtif, tetapi melakukan transformasi model pemberdayaan berbasis zakat produktif. Fokus mereka: pertanian rakyat. Program dimulai dengan perbaikan kualitas lahan, suntikan modal kerja, dan pendampingan teknis lewat sekolah lapang. Tak ketinggalan, petani juga didukung dengan alat mesin pertanian sederhana yang mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Hasilnya nyata. Dalam waktu satu tahun, produksi gabah para petani binaan meningkat rata-rata 20 persen. Namun Laz Harfa tak berhenti di hulu. Mereka juga membangun sistem pemasaran yang lebih adil. Rantai distribusi yang sebelumnya panjang dan memotong nilai tambah petani, dipangkas dan disederhanakan. Harga jual gabah di tingkat petani pun melonjak dari rata-rata Rp 4.300/kg menjadi Rp 5.300/kg. Kenaikan pendapatan ini membuat banyak petani bisa mencukupi kebutuhan dasar keluarga, bahkan mulai menabung untuk masa depan.
Pendekatan ini menyentuh akar masalah kemiskinan ekstrem: keterbatasan akses terhadap produksi dan pasar. Laz Harfa menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, zakat bisa menjadi intervensi strategis. Bukan sekadar bantuan insidental, tetapi upaya sistemik yang mengubah struktur ekonomi lokal.
Langkah seperti ini seharusnya mendapat dukungan dari kebijakan publik. Negara bisa berkolaborasi dengan lembaga zakat, membangun sinergi antara program perlindungan sosial pemerintah dengan pendekatan pemberdayaan komunitas berbasis zakat. Terlebih, Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar—ditaksir mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun. Potensi ini masih belum tergarap maksimal.
Momentum penghapusan kemiskinan ekstrem mestinya menjadi peluang untuk memperkuat ekosistem zakat nasional: mulai dari regulasi yang mendukung, sistem distribusi yang transparan dan akuntabel, hingga integrasi data antara lembaga zakat, pemerintah daerah, dan pelaku pembangunan lainnya. Bila zakat dan APBN bisa saling melengkapi, maka jalan menuju keadilan sosial akan lebih cepat terbuka.
Zakat yang dikelola secara produktif bukan hanya mengangkat ekonomi desa, tetapi juga memulihkan martabat masyarakat miskin. Di tengah berbagai keterbatasan fiskal dan tantangan ekonomi global, zakat bisa menjadi motor penggerak solidaritas nasional. Karena pada akhirnya, zakat bukan hanya tentang memberi, tapi tentang membangun kembali tatanan yang adil dan beradab.
Oleh: Sigit Iko Sugondo (Praktisi Pemberdayaan Masyarakat)