Indonesia Masuk Jajaran 12 Besar Negara Manufaktur Global

BISNISTIME.COM, Indonesia kini berhasil menempatkan dirinya di jajaran 12 besar negara dengan nilai tambah manufaktur (Manufacturing Value Added/MVA) terbesar di dunia. Pada tahun 2023, Indonesia tercatat berada di posisi ke-12 dalam daftar negara manufaktur dengan nilai tambah terbesar, sebuah pencapaian yang menunjukkan kemajuan signifikan dalam sektor industri pengolahan.
Dalam pernyataannya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, "Indonesia unggul jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Vietnam, yang nilai MVA-nya hanya setengah dari Indonesia. Thailand berada di peringkat ke-22 dengan nilai USD 128 miliar, sementara Vietnam di posisi ke-24 dengan USD 102 miliar." Pencapaian Indonesia ini semakin menegaskan posisinya sebagai kekuatan industri di kawasan ASEAN.
Industri manufaktur Indonesia memiliki struktur yang mendalam, mencakup berbagai sektor dari hulu hingga hilir. Hal ini berkontribusi besar terhadap peningkatan nilai tambah dan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Tren pertumbuhan MVA Indonesia menunjukkan kenaikan yang konsisten sejak 2019, meskipun sempat mengalami penurunan selama pandemi COVID-19. Untuk menjaga dan mempercepat laju pertumbuhan ini, pemerintah menganggap penting kebijakan yang mendukung iklim bisnis dan investasi agar sektor manufaktur Indonesia semakin kompetitif di tingkat global.
Menurut data Bank Dunia, MVA Indonesia pada tahun 2023 tercatat mencapai USD 255,96 miliar, mengalami kenaikan 36,4 persen dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai USD 241,87 miliar. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah dan menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju seperti Inggris, Rusia, dan Prancis dalam hal kontribusi terhadap perekonomian global.
"MVA ini mencerminkan kontribusi sektor manufaktur terhadap ekonomi suatu negara dan posisinya dalam perekonomian global," tambah Menperin. Secara global, rata-rata MVA berada di angka USD 78,73 miliar, berdasarkan data dari 153 negara. Indonesia, yang rata-rata MVA-nya sejak 1983 mencapai USD 102,85 miliar, kini meraih rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan USD 255,96 miliar pada tahun 2023.
Pencapaian ini dianggap sebagai hasil dari kebijakan industrialisasi nasional yang berfokus pada hilirisasi sumber daya alam, penguatan daya saing industri, dan adopsi teknologi serta inovasi. Kementerian Perindustrian juga mendorong perlindungan industri dalam negeri melalui kebijakan yang melindungi pasar domestik dari impor, yang terbukti berhasil meningkatkan MVA Indonesia secara signifikan.
Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sebesar 18,67 persen terhadap PDB Indonesia, menjadikannya sebagai sektor penyumbang terbesar dalam perekonomian negara. Sektor ini tak hanya menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing ekspor Indonesia.
"Indonesia memiliki potensi besar untuk memperluas pangsa pasar global, terutama dengan meningkatkan ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi, seperti sektor makanan-minuman, tekstil, logam, otomotif, dan elektronik," kata Agus Gumiwang Kartasasmita.
Capaian Indonesia ini juga tak terlepas dari strategi Kementerian Perindustrian dalam memajukan agenda Making Indonesia 4.0, penguatan struktur industri domestik, serta memberikan insentif bagi industri yang berorientasi ekspor dan substitusi impor. Pemerintah Indonesia juga terus memperkuat kemitraan internasional, mempercepat adopsi teknologi industri 4.0, serta membangun ekosistem industri hijau yang berkelanjutan, untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon di masa depan.
Dengan pencapaian ini, Indonesia tidak hanya menunjukkan kemajuan pesat dalam sektor manufaktur, tetapi juga memperkokohkan posisinya di panggung global sebagai salah satu kekuatan industri terbesar dunia.