BISNISTIME.COM – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong peningkatan kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok, khususnya dalam pengembangan hilirisasi dan penerapan industri hijau di Indonesia. Dalam pertemuan yang dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko SA Cahyanto, dengan Wakil Menteri Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok, Wang Jiangping, beberapa isu strategis dibahas, termasuk penguatan kolaborasi di sektor industri photovoltaic dan tata kelola industri smelter.
Pada pertemuan yang berlangsung di kantor Kemenperin, Rabu (25/9), Eko menyampaikan harapannya agar kunjungan ini semakin memperkuat hubungan baik antara kedua negara, khususnya dalam sektor industri. “Kami berharap kunjungan Wakil Menteri Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok ini dapat memperkokoh kerja sama di bidang industri yang selama ini sudah terjalin dengan baik,” ujar Eko.
Mengenai hilirisasi industri, Eko menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan enam jenis mineral utama, yakni Molibdenum, Antimon, Kromium, Kobalt, Lithium, dan Logam Tanah Jarang. Pemerintah telah menetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan ini melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta aturan turunannya, yang menjadi landasan untuk pelaksanaan roadmap hilirisasi mineral logam di Indonesia.
Indonesia juga berkomitmen terhadap penerapan prinsip-prinsip industri berkelanjutan. Standar industri hijau di Indonesia berlandaskan tiga pilar, yakni penguatan struktur industri yang berkesinambungan, peningkatan efisiensi energi di setiap tahap produksi, serta promosi transisi energi dan ekonomi sirkular. Dalam kesempatan tersebut, Eko menyatakan bahwa kerja sama dengan Tiongkok sangat potensial, khususnya dalam sektor industri baja hijau.
Tak hanya itu, Kemenperin juga membuka peluang kerja sama dalam bidang energi terbarukan, khususnya industri photovoltaic. “Kami melihat Tiongkok memiliki kemajuan pesat dalam pengembangan energi baru terbarukan, dan ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menjalin kerja sama yang dapat mendukung komitmen global terhadap pengurangan emisi,” jelas Eko. Indonesia pun mengajak industri silika dan komponen photovoltaic asal Tiongkok untuk berinvestasi di tanah air, guna memperkuat kedalaman industri tersebut di Indonesia.
Lebih lanjut, Eko juga menyoroti pentingnya pembenahan tata kelola industri smelter yang dikelola oleh perusahaan Tiongkok di Indonesia. Banyak dari smelter tersebut terletak di kawasan Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, dengan fokus pada pengolahan nikel. Kemenperin menilai perlunya pengawasan lebih intensif terhadap kawasan industri dan smelter, guna memastikan standar pengelolaan sesuai dengan regulasi nasional dan internasional.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya antara Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok, Jin Zhuanglong, yang berlangsung di Beijing pada bulan Juni lalu. Saat itu, Menperin menyampaikan kondisi industri di Indonesia yang sangat mendukung bagi perusahaan Tiongkok untuk memperluas aktivitasnya.
Dalam pertemuan hari ini, kedua belah pihak kembali membahas kerja sama yang tengah dirancang melalui dua nota kesepahaman antara Kementerian Perindustrian RI dan MIIT Tiongkok. Salah satu MoU mengenai kerja sama sektor industri telah ditandatangani saat KTT ASEAN di Jakarta, September 2023.
Selain itu, isu terkait peningkatan cakupan ASEAN-China Free Trade Agreement juga menjadi pembahasan utama. Kedua pihak berharap negosiasi peningkatan cakupan ini dapat mencakup lebih banyak sektor, dengan prinsip inklusif, modern, dan saling menguntungkan. Dukungan Tiongkok dalam kesuksesan negosiasi ini sangat dinantikan.