Home > Ekbis

Menperin Serap Aspirasi HIPKI, Bahas Krisis Bahan Baku Industri Kelapa

industri pengolahan kelapa dan para petaninya memiliki kepentingan yang saling terkait.

BISNISTIME.COM, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima perwakilan Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) dalam sebuah pertemuan penting yang berlangsung di kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (30/4). Pertemuan ini menjadi ajang diskusi mendalam terkait kelangkaan bahan baku kelapa yang tengah menekan industri pengolahan dalam negeri.

Menperin menegaskan bahwa industri pengolahan kelapa dan para petaninya memiliki kepentingan yang saling terkait. Menurutnya, kesejahteraan petani harus menjadi prioritas utama agar keberlangsungan sektor kelapa tetap terjaga. "Jika petani beralih ke komoditas lain akibat minimnya dukungan, maka industri kelapa yang kini sudah kesulitan bisa makin terpuruk," ujar Agus.

Indonesia saat ini masuk dalam jajaran lima besar negara penghasil kelapa dunia. Namun sayangnya, belum ada kebijakan khusus mengenai tata niaga kelapa, seperti pelarangan ekspor atau pungutan ekspor, sebagaimana yang sudah diterapkan di negara produsen lain seperti Filipina, India, Thailand, dan Sri Lanka. Negara-negara tersebut melindungi sektor hilir kelapa dengan kebijakan ketat demi menjaga nilai tambah di dalam negeri.

Menperin juga menyoroti bahwa program hilirisasi kelapa sebenarnya telah mampu menarik investasi dari negara seperti Malaysia, Thailand, Tiongkok, hingga Sri Lanka. Sayangnya, para investor kini menghadapi kendala serius akibat pasokan bahan baku kelapa yang semakin langka.

"Kondisi saat ini menunjukkan bahwa lebih banyak kelapa diekspor dalam bentuk mentah (kelapa bulat), karena belum adanya regulasi perdagangan yang membatasi. Ironisnya, eksportir tidak dikenakan pajak, sementara pelaku industri dalam negeri harus membayar PPh Pasal 22 saat membeli kelapa dari petani. Ini jelas menciptakan ketimpangan," jelasnya.

Permintaan dalam negeri terhadap kelapa—baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri kecil dan menengah (IKM)—diperkirakan mencapai dua miliar butir per tahun. Namun karena banyak kelapa yang diekspor, pasokan di pasar lokal menjadi terbatas, memicu kenaikan harga yang membebani masyarakat.

Lebih jauh, ekspor kelapa dalam bentuk bulat dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan pasar produk turunan kelapa asal Indonesia di pasar global. Produk olahan seperti minyak kelapa, desiccated coconut, nata de coco, konsentrat air kelapa, arang aktif, dan briket kini berpotensi tergeser oleh produk negara pesaing yang bahan bakunya justru berasal dari Indonesia sendiri.

Saat ini, nilai ekspor produk kelapa Indonesia mencapai USD 2 miliar, di mana 85 persen merupakan produk olahan. Jika krisis bahan baku terus berlanjut, bukan hanya devisa negara yang terancam hilang, tapi juga masa depan sekitar 21 ribu pekerja di sektor ini.

Menperin menyatakan komitmennya untuk terus berdialog dengan para pelaku industri dan asosiasi kelapa guna mencari solusi terbaik dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dan kesejahteraan petani.

× Image