BISNISTIME.COM, Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan serangkaian tindakan penyelidikan yang telah ditingkatkan menjadi tahap penyidikan terhadap kegiatan penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan beberapa rekan.
Dalam keterangan pers yang disampaikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan/Kepala PPNS Direktorat Jenderal Minerba di Jakarta pada Sabtu (11/5), disebutkan bahwa dalam rangka mengawasi kegiatan penambangan dan merespons aduan masyarakat terkait dugaan kegiatan pertambangan bijih emas tanpa izin yang dilakukan di lokasi yang seharusnya berada di bawah Izin Usaha Pertambangan (IUP), PPNS Direktorat Jenderal Minerba telah melakukan serangkaian kegiatan Pengawasan, Pengamatan, Penelitian, dan Pemeriksaan (WASMATLITRIK) di bawah koordinasi dan pengawasan Biro Koordinasi dan Supervisi (Korwas) PPNS Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).
Dari kegiatan tersebut, ditemukan sejumlah bukti yang menunjukkan adanya kegiatan penambangan bijih emas di lokasi tambang dalam IUP yang sedang dalam proses pemeliharaan. Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten, ditemukan bahwa terdapat kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dan volume total tunnel sebesar 4467,2 m3.
Di lokasi tambang dalam tersebut, ditemukan sejumlah alat bukti yang menjadi ciri khas pengolahan dan pemurnian emas, seperti pemecah batu (grinder), furnace induksi, peralatan untuk melebur emas, dan berbagai bahan kimia. Barang bukti tersebut telah diserahkan ke Polres Ketapang untuk proses selanjutnya, sementara beberapa barang bukti lainnya masih dalam perjalanan karena masalah administratif penerbangan.
Modus operandi yang digunakan dalam tindak pidana ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam yang masih dalam masa pemeliharaan di bawah IUP dengan dalih kegiatan pemeliharaan dan perawatan, namun sebenarnya melakukan kegiatan penambangan, pengolahan, dan pemurnian bijih emas di lokasi tersebut. Pelaku juga tidak memiliki izin usaha jasa pertambangan (IUJP) yang diperlukan untuk bekerja sebagai kontraktor di wilayah IUP sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dengan demikian, pelaku telah secara jelas melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, yang mengatur tentang penambangan tanpa izin, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal 100 miliar rupiah. Penyidikan perkara ini masih terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan menjadi perkara pidana lainnya selain yang diatur dalam Undang-Undang Minerba.
Kerugian negara akibat kegiatan tambang ilegal ini masih dalam proses penghitungan oleh lembaga yang berwenang untuk menghitung kerugian negara.