BISNISTIME.COM, JAKARTA – Melewati usia 31 tahun, Dompet Dhuafa menjadi sebuah indikator kematangan pada lembaga berbasis filantropi Islam. Banyak orang atau pihak yang telah memberikan apresiasi kepada Dompet Dhuafa. Salah satu di antara alasannya adalah karena lembaga ini memiliki ciri khas multikultural serta selalu bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Faktor utama lainnya adalah karena lembaga ini senantiasa berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Hari ini, Selasa (02/07/2024), dengan mengusung tema “31 tahun Dompet Dhuafa, A Smiling Foundation”, tepat di usia ke 31 tahun, Dompet Dhuafa begitu berbahagia untuk menapaki perjalanannya ke depan. Kebahagiaan disyukuri dengan acara peringatan milad ke-31 Dompet Dhuafa yang berlangsung di area Gedung Philanthropy, Jakarta Selatan.
“Senyum adalah kunci” begitu kalimat yang sering disampaikan Inisiator dan Ketua Dewan Pembina, Parni Hadi, setiap kali menyampaikan nasihat dan motivasi kepada para insan Dompet Dhuafa. Maka, setiap kali insan lembaga ini menjalin interaksi dengan siapa pun, pihak mana pun, baik itu mustahik, muzaki, stakeholder, mitra, dan lainnya, kesan yang ditampilkan adalah kesan ramah yang dibuktikan dengan senyuman. Di samping itu, lembaga pilantropi harus memiliki pendirian yang kuat, juga harus mampu menaikkan dignity, yaitu dengan memberdayakan dan mengangkat martabat para penerima manfaat.
“Ibarat pohon, Dompet Dhuafa adalah pohon kebaikan. Pohon kebaikan ini telah dirawat, telah disirami, bahkan dipupuk dengan banyak orang. Kerja banyak orang atas ridho Allah,” tutur Parni.
Pada tasyakuran milad kali ini, Parni Hadi bersama jajaran pembina lainnya, jajaran pengawas, jajaran pengurus, para mitra pengelola program, juga para insan Dompet Dhuafa, melakukan penanaman pohon kebaikan. Makna dari aksi ini adalah analogi Dompet Dhuafa sebagai sebuah pohon yang akarnya kuat menghujam ke bumi, cabangnya menjulang ke langit, daunnya mengayomi orang-orang di sekitarnya, dan buahnya bermanfaat bagi banyak orang di sepanjang musim.
“Milad ini adalah milad kalian semua. Yang tua-tua hanya mengayomi. Karena semua punya jasa. Dompet Dhuafa bukan (hasil) kerja satu orang. Semua berkontribusi,” ucap Parni di hadapan para insan dan tamu yang hadir.
Ketua Pengurus Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Dompet Dhuafa telah banyak mengalami transformasi sejak awal berdirinya. Namun tetap berprinsip satu, yaitu mengubah mustahik menjadi muzakki. Bermula dari hanya sebuah kolom donasi di koran Republika. Kemudian menjadi sebuah yayasan yang memiliki hukum tersendiri. Selanjutnya mendapatkan izin sebagai lembaga zakat nasional dan beransur memperoleh izin juga menjadi nazir wakaf. Bahkan salah satu lembaga perintis Forum Zakat (FOZ) ini bertransformasi lebih maju dengan ide pionir konsep filantropreneur.
Jika dulu Dompet Dhuafa dikenal sebagai lembaga zakat, nyatanya sekarang dana zakat yang ada di lembaga ini pada kisaran 40%. Sementara dana wakaf terus naik hingga kini pada kisaran 17%.
Konsep filantropreneur dirasa telah berhasil, terbukti dengan maju dan berkembangnya unit-unit usaha yang terkelola dengan baik. Di antara portofolio filantropreneur yang ditampilkan pada acara tasyakuran milad ke 31 ini adalah Kampus Bisnis Umar Usman, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Budi Bakti, Institut Kemandirian, Perguruan Islam Al Syukro Universal, Sekolah SMART Cibinong, hingga DD Farm.
“Kita tidak bisa berpikir dengan menggunakan mindset bahwa Dompet Dhuafa hanya sebuah lembaga zakat. Tapi Dompet Dhuafa juga adalah nazir wakaf yang mengelola kegiatan sosial bisnis. Secara umum segala aktivitas Dompet Dhuafa adalah memberdayakan kaum dhuafa dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Ini menjadi sangat penting, sehingga kita dalam menghadirkan sebuah program dapat lebih luwes dan benar-benar tepat sasaran,” papar Ahmad.
Apalagi bagi para insan yang mengelola program sosial bisnis. Tentu tidak hanya berfikir bagaimana dana tersalurkan secara tepat sasaran, namun dituntut harus memiliki spirit keswadayaan, pemberdayaan, kewirausahaan, dan keberlanjutan. Mungkin tidak semua insan memiliki usaha atau mengelola sebuah usaha, tapi setiap insan harus memiliki jiwa dan pola pikir sebagai seorang filantropreneur. Ini akan menjadi kerangka berfikir yang menjelaskan hubungan antar kegiatan secara utuh yang berkesinambungan. Baik itu dalam aktivitas antar individu maupun cara mengelola dan mengaitkan antar program atau entitas.
“Sejak dulu kita telah menegaskan bahwa orientasi pengelolaan zakat kita adalah mengubah dari mustahik menjadi muzakki. Maka mau tidak mau, kita harus berusaha sebaik mungkin, sesungguh mungkin, agar orientasi tersebut benar-benar terwujud,” tegas Ahmad.
Tercatat, penghimpunan pada bulan Ramadan 1445 Hijriah lalu telah mencapai angka Rp124,43 miliar. Angka itu mengalami kenaikan sebesar 9,8%. Sedangkan jumlah penghimpunan kurban yang baru saja selesai, yaitu sebesar Rp66,874 miliar. Ini juga mengalami kenaikan sebesar 3,3%. Secara jumlah hewan, terhitung sebanyak 27,470 ekor setara domba/ kambing. Angka ini masih menjadi yang terbesar dalam pengelolaan kurban di Indonesia hingga hari ini.
Selain penguatan pola pikir filantropreneur, acara tasyakuran ini juga menjadi momentum atas hadirnya IDEAS dengan wajah baru. Sejak Juni 2015, IDEAS telah melakukan berbagai penelitian dan advokasi kebijakan publik berbasis ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an. Jika sebelumnya IDEAS memiliki kepanjangan nama yaitu Institute for Demographic and Poverty Studies, kini bertransformasi menjadi Institute for Demographic and Affluence Studies. Artinya, riset-riset yang dilakukan IDEAS tidak hanya banyak kepada kemiskinan, namun juga diimbangi dengan kajian atas kesejahteraan.