BISNISTIME.COM, Jepang – Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, yang juga bertugas sebagai Pelaksana Teknis Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr. L. Rizka Andalucia, melakukan kunjungan penting ke kantor Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang pada tanggal 22 April 2024. Pertemuan tersebut disambut hangat oleh kepala eksekutif PMDA, Fujiwara Yasuhiro, MD, Ph.D., Associate Executive Director for International Regulatory Affairs, Yasuda Naoyuki, MD, Ph.D., Office Director of Asia Training Center, Dr. Endo Ayumi, dan Koordinator Divisi Asia II Kantor Program Internasional, Dr. Ishida Hayato. Kegiatan ini menjadi momentum perdana bagi dua pimpinan tertinggi otoritas regulasi nasional (NRA) dari kedua negara untuk bertemu langsung. Agenda utama pertemuan tersebut adalah untuk memperkuat kapasitas regulasi alat kesehatan, yang menjadi fokus perbincangan selama sekitar satu jam.
Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan penugasan dua administrator kesehatan dari Kementerian Kesehatan ke PMDA pada awal April 2024, yang akan berlangsung selama satu tahun sebagai bagian dari program pelatihan jangka panjang. Langkah ini diambil dalam rangka memperkuat infrastruktur regulasi alat kesehatan Indonesia, sejalan dengan upaya meningkatkan ekosistem yang mendukung inovasi di sektor kesehatan. Salah satu tujuan utama dari program pelatihan ini adalah agar Indonesia dapat menggali lebih dalam tentang regulasi alat kesehatan dari PMDA, yang merupakan salah satu otoritas regulasi yang ketat.
Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa Kementerian Kesehatan Indonesia sedang mendorong penggunaan proton beam therapy dalam pengobatan kanker. Oleh karena itu, kedua administrator yang ditugaskan ke PMDA diharapkan dapat memperdalam pengetahuan mereka dalam menilai alat kesehatan ini, serta terkait dengan terapi radionuklida, mengingat Jepang memiliki produsen proton beam therapy terkemuka, seperti Hitachi dan Sumitomo. Dr. Fujiwara menyatakan bahwa proton beam therapy merupakan teknologi kesehatan yang memerlukan investasi besar dan perlu didukung dengan pengetahuan tentang health technology assessment (HTA).
Selain itu, Dr. L. Rizka Andalucia juga menekankan pentingnya kesempatan bagi administrator kesehatan untuk mempelajari ilmu regulasi farmasi, termasuk produk Advanced Therapy Medicinal Product (ATMP), sebagai bagian dari upaya berbagi pengetahuan dengan BPOM. Dia juga menyambut baik kemungkinan bagi evaluator dari BPOM untuk bergabung dalam program pelatihan jangka panjang yang sedang dilaksanakan antara Kementerian Kesehatan dan PMDA.
Selama kunjungannya ke Jepang, Dr. L. Rizka Andalucia juga menjadi pembicara dalam PMDA-ASEAN Reliance Meeting dan menghadiri pertemuan bilateral Indonesia-Jepang untuk membahas kerja sama antara PMDA dan BPOM dalam meningkatkan kapasitas regulasi di bidang farmasi. Keseluruhan kunjungan ini menegaskan komitmen Indonesia dan Jepang untuk meningkatkan kerja sama dalam pengembangan infrastruktur regulasi kesehatan, yang pada gilirannya diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan inovasi di kedua negara.