BISNISTIME.COM, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya menciptakan kondisi ideal bagi pelaku industri manufaktur di Indonesia. Salah satu fokus utama Kemenperin adalah memastikan ketersediaan gas bagi industri dengan harga bersaing sebesar USD 6/MMBTU.
“Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang bertujuan untuk mengubah keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif nasional, telah terbukti bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi secara keseluruhan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (9/7).
Agus menjelaskan bahwa HGBT telah memberikan dampak positif yang signifikan pada sektor industri selama periode 2020-2023, dengan total nilai mencapai Rp147,11 triliun. Dampak ini terdiri dari peningkatan ekspor sebesar Rp88,12 triliun, peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp8,98 triliun, peningkatan investasi sebesar Rp36,67 triliun, dan penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,3 triliun.
Pada Rapat Terbatas Senin (8/7), Presiden Joko Widodo menyetujui perpanjangan program HGBT dan memberikan arahan untuk melakukan kajian lebih mendalam guna menambah sektor-sektor penerima HGBT di luar tujuh sektor industri yang saat ini sudah mendapatkannya.
Untuk menjamin ketersediaan gas bagi sektor industri dan energi, Kemenperin telah menyiapkan dan mengusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri. RPP ini akan mengatur pengelolaan gas untuk kepentingan industri dan sumber energi (kelistrikan). Sebagai pengelola sektor industri, Kemenperin memiliki kepentingan untuk memastikan produksi gas bagi kedua sektor tersebut.
Penyusunan RPP ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian industri dalam negeri, menjamin ketersediaan dan penyaluran gas bumi untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri serta sumber energi, mewujudkan industri hijau, meningkatkan investasi, dan menciptakan lapangan kerja.
Selain itu, RPP ini juga bertujuan meningkatkan ekspor produk industri, memaksimalkan pemanfaatan gas bumi dalam bauran energi, serta memperkuat pengawasan dan pengendalian pemanfaatan gas bumi untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri dan sumber energi.
“Kemenperin terus mendorong usulan RPP ini karena bisa menjadi game changer bagi pengelolaan gas bumi nasional, khususnya untuk sektor manufaktur dan kelistrikan,” jelas Menperin. Jika RPP ini diterapkan, sekitar 60% gas yang diproduksi di dalam negeri akan digunakan untuk memenuhi domestic market obligation. Menurut Menperin, saat ini baru 40% gas di dalam negeri yang dialokasikan untuk industri manufaktur, termasuk industri pupuk. Sementara itu, kebutuhan gas bumi sektor industri diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam enam tahun ke depan, dari 2.931,45 MMSCFD pada tahun 2024.
Menperin menambahkan, RPP ini juga mengatur pengelolaan gas oleh Kawasan Industri. Para pengelola kawasan industri diharapkan dapat menyediakan dan menyalurkan gas bumi untuk tenant mereka, termasuk melalui impor jika diperlukan.
Pembatasan impor gas bumi adalah untuk penyediaan bagi tenant masing-masing serta untuk produksi listrik di kawasan industri. Untuk menurunkan biaya, pengelola kawasan industri dapat membentuk konsorsium untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan dalam mengelola gas. “Namun, jika harga gas di dalam negeri membaik dan lebih kompetitif serta suplai gas lancar, kawasan industri tidak perlu melakukan impor,” tegas Menperin.
RPP Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri juga bertujuan mendorong sektor hulu gas agar lebih sehat, kompetitif, dan bebas dari monopoli. “Ini adalah upaya Pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada sektor manufaktur yang telah memberikan kontribusi besar kepada perekonomian nasional,” tutup Agus.