BISNISTIME.COM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus melaksanakan kebijakan yang konsisten sesuai dengan peta jalan pengembangan industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Peta jalan ini tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Industri Nasional (KIN), dan Making Indonesia 4.0. Industri TPT merupakan salah satu sektor prioritas untuk memacu perekonomian nasional.
“Peta jalan ini bertujuan untuk mengembalikan kejayaan industri TPT nasional,” ujar Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, di Jakarta, Jumat (21/6).
Kemenperin telah melaksanakan berbagai kebijakan strategis dalam peta jalan tersebut, seperti pengembangan pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil. Mereka juga fokus pada peningkatan kemampuan, kualitas, dan efisiensi industri TPT, termasuk industri kecil dan menengah, melalui pelatihan desain dan teknologi proses yang ramah lingkungan. Industri TPT tetap menjadi andalan manufaktur untuk penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja dengan keterampilan tinggi yang mengikuti perkembangan teknologi TPT global.
“Tidak ada dalam roadmap Kemenperin yang menyatakan bahwa industri TPT akan menjadi sunset industry. Sebaliknya, industri TPT didorong untuk menjadi kuat dan berdaya saing dengan penerapan teknologi 4.0,” tambah Febri.
Industri TPT, elektronik, dan pembuatan microchip harus dikembangkan bersama untuk mendukung industri manufaktur nasional. Ketiga industri ini berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia, terutama industri TPT yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Majunya salah satu sektor industri tidak boleh mengorbankan sektor lain. Industri TPT tidak boleh disubstitusi oleh industri elektronik dan microchip karena semuanya penting. Tidak ada yang boleh dikorbankan,” tegasnya.
Febri juga menyoroti bahwa Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional. “Sejak pemberlakuan Permendag 36/2023, kinerja industri TPT tumbuh baik. Jangan pernah berpikir bahwa industri TPT tidak bisa bangkit atau dianggap sebagai sunset industry,” ujarnya.
Industri TPT merupakan sektor padat karya, menyerap lebih dari 3,98 juta tenaga kerja atau memberikan kontribusi sebesar 19,47% terhadap total tenaga kerja di sektor manufaktur pada tahun 2023. Pada triwulan I tahun 2024, industri TPT berkontribusi sebesar 5,84% terhadap PDB sektor manufaktur dan memberikan sumbangan ekspor sebesar USD 11,6 miliar dengan surplus mencapai USD 3,2 miliar.
Pengendalian impor juga berdampak pada penurunan volume impor. Impor pakaian jadi turun dari 3,53 ribu ton pada Januari 2024 menjadi 2,20 ribu ton pada Maret 2024. Impor tekstil juga menurun dari 193,4 ribu ton pada Januari 2024 menjadi 109,1 ribu ton pada April 2024. “Jika membandingkan data impor secara year on year (YoY), impor pakaian jadi turun dari 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024,” jelas Menperin.
Efektivitas Permendag 36/2023 terlihat dari pertumbuhan PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang tumbuh positif sebesar 2,64% (YoY) di triwulan I 2024, setelah mengalami pertumbuhan negatif sepanjang tahun 2023. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) untuk industri tekstil dan pakaian jadi juga meningkat.
Pada April dan Mei 2024, industri tekstil mengalami peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.
Febri meminta agar koordinasi antar pembuat kebijakan di Kementerian/Lembaga terkait industri TPT nasional diperkuat untuk mencapai target dalam roadmap terkait industri TPT. Penguatan koordinasi terutama diperlukan untuk mengatasi masalah banjir impor produk hilir yang sedang dihadapi oleh industri TPT saat ini.