Beranda » Investasi di Industri Pengolahan Susu Melampaui Rp23 Triliun

Investasi di Industri Pengolahan Susu Melampaui Rp23 Triliun

by Rahmat Ruskha
Investasi di Industri Pengolahan Susu Melampaui Rp23 Triliun

BISNISTIME.COM, Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan susu demi memenuhi permintaan domestik dan ekspor. Investasi baru di sektor ini, khususnya untuk susu cair, telah meningkatkan kebutuhan susu segar lokal.

“Permintaan pasar berubah dari susu bubuk dan kental manis ke susu cair (UHT dan pasteurisasi),” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, di Bali pada Jumat (24/5).

Produksi utama saat ini adalah susu cair dan krim (49 persen), disusul susu kental manis (17 persen) dan susu bubuk (17,5 persen). Industri ini mampu mengekspor produk seperti susu formula, makanan bayi, es krim, keju, yogurt, dan lainnya. Hingga 2023, investasi sektor ini mencapai Rp23,4 triliun dengan 37 ribu tenaga kerja. “Ada 88 pabrik dengan kapasitas produksi 4,64 juta ton per tahun,” kata Putu.

Industri pengolahan susu berkontribusi besar pada perekonomian. Tahun 2022, meski pandemi, sektor ini berkembang dengan investasi baru dari PT Frisian Flag Indonesia, PT Nestle Indonesia, PT Kian Mulia, dan Baladna dari Qatar. “Ini menunjukkan prospek bisnis yang baik dan Indonesia sebagai tujuan investasi utama,” ujarnya.

Industri pengolahan susu mendukung pertumbuhan industri agro, yang tumbuh 4,15 persen pada 2023, dengan makanan dan minuman sebagai penopang utama. Di triwulan I 2024, industri makanan dan minuman tumbuh 5,87 persen. “Kontribusi industri agro terhadap PDB nonmigas sebesar 51,54 persen, dan terhadap PDB Nasional sebesar 9 persen,” tambahnya.

Konsumsi susu di Indonesia masih rendah, hanya 16,9 kg per kapita per tahun. “Jumlah ini perlu ditingkatkan untuk bersaing dengan negara ASEAN lainnya,” katanya. Tantangan utama adalah ketersediaan bahan baku, dengan hanya 20 persen susu segar dipasok dari dalam negeri. “Pertumbuhan produksi susu segar domestik hanya 1 persen dalam enam tahun terakhir, tidak dapat mengimbangi kebutuhan industri yang tumbuh 5,3 persen,” jelas Putu.

Kendala utama termasuk populasi sapi perah yang rendah, produktivitas sapi perah rakyat yang rendah, dan biaya pakan yang tinggi. Selain itu, lahan untuk kandang dan pakan hijauan terbatas, kepemilikan sapi perah sedikit, biaya pembesaran anak sapi mahal, kurangnya pemahaman peternak tentang Good Dairy Farming Practices (GDFP), dan minat rendah dari generasi muda untuk menjadi peternak.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan dukungan pemerintah untuk sektor hulu, koperasi susu, dan peternak. Kemenperin telah memberikan 84 unit pendingin susu kepada 68 koperasi susu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pada 2021, mereka membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di Pengalengan, Jawa Barat, dan pada 2022 melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur sebagai bagian dari program industri 4.0 untuk memantau kualitas susu secara real time.

Dirjen Industri Agro menegaskan pentingnya kolaborasi berbagai pihak untuk keberhasilan pengembangan produksi susu segar domestik. “Kemitraan antara industri dan peternak sangat penting untuk meningkatkan populasi sapi perah dan produktivitas peternak,” tutupnya.

 

Rekomendasi Untuk Anda