Beranda » Industri Kelapa Sawit Dorong Net Zero Emission Melalui Hilirisasi dan Pemanfaatan Biomassa

Industri Kelapa Sawit Dorong Net Zero Emission Melalui Hilirisasi dan Pemanfaatan Biomassa

by Rahmat Ruskha
Industri Kelapa Sawit Dorong Net Zero Emission Melalui Hilirisasi dan Pemanfaatan Biomassa

BISNISTIME.COM, Industri kelapa sawit menjadi salah satu fokus dalam program hilirisasi industri yang bertujuan meningkatkan nilai tambah ekspor Indonesia. Pada 2023, sektor ini mencatat nilai ekonomi lebih dari Rp750 triliun, menyumbang sekitar 3,5% dari PDB nasional. Dengan kontribusinya yang besar, industri kelapa sawit menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya di luar Pulau Jawa.

Kementerian Perindustrian terus mendukung program hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, sejalan dengan upaya mencapai Net Zero Emission (NZE). Menteri Perindustrian menegaskan komitmen untuk mendorong pengembangan industri hijau yang berkelanjutan. “Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi produk hilir bernilai tinggi adalah salah satu langkah konkret kami,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/9).

TKKS yang dulu dianggap limbah kini memiliki nilai ekonomi melalui teknologi pengolahan enzymatic. Teknologi ini memungkinkan TKKS diubah menjadi produk industri biokimia seperti bioethanol, asam organik, dan bahan kimia lainnya yang memiliki nilai tambah. Dengan cara ini, TKKS tidak hanya dihindarkan dari menjadi sarang hama penyakit, tetapi juga menjadi substitusi impor untuk berbagai produk.

Salah satu inovasi penting adalah pengembangan teknologi fraksionasi TKKS yang menghasilkan prekursor bahan kimia terbarukan seperti glukosa, xylosa, dan lignin. Prekursor ini menjadi bahan dasar bagi berbagai produk kimia berbasis nabati yang mendorong hilirisasi industri. Untuk mendukung ini, Kemenperin telah mendirikan Pilot Plant Fraksionasi TKKS dengan kapasitas 1 ton biomassa per hari. Fasilitas ini merupakan hasil kolaborasi antara Kemenperin, Institut Teknologi Bandung, dan PT Rekayasa Industri, dengan pendanaan dari BPDPKS, dan telah diresmikan pada 8 Agustus 2024.

Proses fraksionasi TKKS menghasilkan glukosa dan xylosa yang bisa digunakan dalam berbagai industri, termasuk bioethanol, pakan ternak, dan bahan baku plastik. Sementara itu, lignin yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dalam industri kertas, biokomposit, dan sebagai bahan bakar alternatif. “Pengolahan biomassa sawit ini bukan hanya menciptakan nilai tambah, tetapi juga mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca,” jelas Putu.

Inovasi dalam pengelolaan biomassa sawit tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi tetapi juga keberlanjutan sektor kelapa sawit. Dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber daya, industri ini dapat bertransformasi menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan.

Saat ini, Ditjen Industri Agro Kemenperin sedang menyusun peta jalan “Sawit Indonesia Emas 2045.” Peta jalan ini mencakup rencana pengembangan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dari hulu hingga hilir hingga tahun 2045. Tujuannya adalah memastikan keberlangsungan sektor kelapa sawit untuk memberikan manfaat maksimal bagi ekonomi dan lingkungan.

Sebagai komoditas yang siap mendukung net zero emission di sektor industri pada 2050, roadmap ini difokuskan untuk mengurangi emisi karbon dalam industri nasional. Inisiatif ini juga bertujuan mengoptimalkan kelapa sawit sebagai solusi untuk perubahan iklim sambil mempertahankan keberlanjutan produksi dan memberikan keuntungan bagi perekonomian Indonesia.

Rekomendasi Untuk Anda