BISNISTIME.COM, HALMAHERA BARAT – Dilansir dari Pusdatin KK BNPB, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., meminta Pemerintah Kabupaten Halmahera segera melakukan kajian dan antisipasi terkait adanya dampak bencana sekunder berupa banjir lahar hujan yang dapat berpotensi terjadi dari aktivitas erupsi Gunungapi Ibu. Hal itu disampaikan Suharyanto saat memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Darurat Dampak Erupsi Gunungapi Ibu di Kantor Bupati Halmahera Barat, Jailolo, Maluku Utara, Jumat (31/5).
Dalam rakor yang juga dihadiri oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan, Pj. Gubernur Maluku Utara, Samsuddin Abdul Kadir, Bupati Halmahera Barat, James Uang dan Danrem 152/BBL, Brigjen TNI Elkines Villando Dewangga dan jajaran yang lainnya itu Suharyanto mencontohkan apa yang baru-baru ini terjadi di wilayah Sumatera Barat, yakni bencana banjir lahar hujan yang telah menerjang empat kabupaten dan menyebabkan 62 orang meninggal dunia serta 10 lainnya masih dinyatakan hilang. Petaka itu terjadi akibat adanya curah hujan tinggi di wilayah puncak Gunungapi Marapi dan beberapa hulu sungai.
“Banjir lahar hujan Gunungapi Marapi menyebabkan 62 orang meninggal dan 10 hilang. Sudah hampir 15 hari sampai sekarang belum ditemukan,” kata Suharyanto
Berkaca dari Gunungapi Marapi, BNPB siap mendukung Pemerintah Kabupaten Halmahera untuk mengirimkan tim ahli bersama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk mempertajam kajian risiko bencana dari Gunungapi Ibu. Hasil kajian dan analisa di lapangan itu nantinya dapat digunakan untuk tindak lanjut sebagai langkah mitigasi dan kesiapsiagaan.
Menurut gambaran dari citra satelit dan hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa wilayah Maluku Utara berpotensi terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat akibat pengaruh dari aktivitas gelombang Ekuatorial Rossby yang menjadi faktor pendukung pertumbuhan awan hujan.
Di samping itu, PVMBG telah menyusun laporan kawasan rawan bencana erupsi Gunungapi Ibu termasuk jalur aliran lahar dari 13 titik hulu yang mengarah ke beberapa permukiman warga.
Atas bukti nyata, hasil prakiraan cuaca dan hasil kajian analisis sementara tersebut maka Suharyanto meminta hendaknya dapat diatensi dengan baik oleh seluruh pihak. Jika memang terdapat penumpukan material sisa erupsi, maka harus segera dibersihkan. Tentunya hal itu tidak dapat dilakukan pada saat ini karena Gunungapi Ibu masih erupsi dan masuk dalam level IV atau “AWAS”.
“Kalau memang betul ada penumpukan material sisa erupsi ini bisa segera diturunkan (dibersihkan) karena itu berbahaya. Jika terjadi hujan yang luar biasa maka bisa terjadi banjir bandang. Itu yang terjadi di Marapi. Itu yang merusak dan menyebabkan banyak korban jiwa,” terang Suharyanto.
“Intinya untuk masalah gunung ini kami tidak akan lepas. Khususnya seperti kasus di Gunung Ibu,” tegasnya.
Di sisi lain, Suharyanto turut mengapresiasi langkah cepat Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat untuk melakukan penyelamatan dan evakuasi warga secara besar-besaran demi menghindari dampak secara langsung erupsi Gunungapi Ibu. Atas upaya itu, masyarakat dapat diselamatkan dan hingga saat ini nihil korban jiwa.
“Alhamdulilllah setelah ada info dari PVMBG kita segera ambil langkah cepat. Jika sedikit saja kita terlambat maka mungkin akan ada korban,” ungkap Suharyanto.
Kendati demikian, Kepala BNPB tetap meminta seluruh unsur pemerintah daerah agar tidak cepat puas. Bagaimanapun Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat harus terus menjaga keselamatan masyarakat sebagai hukum tertinggi. Meski sebelumnya Gunungapi Ibu tidak pernah ada letusan yang dahysat sehingga berdampak pada korban jiwa, namun hal itu tentunya tetap harus diantisipasi.
“Gunung Ibu ini secara catatan sejarah tidak pernah ada letusan. Hanya pasir dan asap. Empat hari yang lalu ada kenaikan sampai tadi pagi ada kenaikan. Namun grafiknya tidak sebesar yang pertama dulu,” jelas Suharyanto.
“Kita jangan over estimate. Keselamatan masyarakat hukum yang tertinggi. Ini yang harus kita pikirkan. Karena Gunungapi Ibu ini perangkat teknologinya ini sudah baik, namun kembali lagi ini alam. Sifatnya bencana ini di seluruh dunia juga belum bisa memprediksi secara tepat atau pasti,” imbuhnya.
Menyertai Warga Pengungsi
Dalam kunjungan kerja sehari sebelumnya atau Kamis (30/5), Suharyanto menyempatkan diri melihat kondisi ke pos pengungsian di Kecamatan Gam Ici. Dari peninjauan langsung itu, Suharyanto tidak melihat adanya permasalahan berat yang meliputi para pengungsi. Masyarakat sudah mengerti apa dan bagaimana yang harus dilakukan ketika Gunungapi Ibu erupsi.
“Alhamdulillah meski ada ribuan pengungsi namun tidak ada korban jiwa. Kemarin kita diskusi tidak ada keluhan terkait kebutuhan dasar. Rata-rata masih semangat dan tidak mengalami permasalahan yang kerap muncul,” ungkap Suharyanto.
Saat meninjau dapur umum, Suharyanto juga melihat kebutuhan permakanan telah memenuhi gizi seimbang dan terus didistribusikan kepada masyarakat yang tinggal sementara di penungsian. Namun, Suharyanto tetap meminta agar pelayanan terhadap masyarakat menjadi prioritas utama yang harus terus dilanjutkan selama mereka masih tinggal di pengungsian.
“Dapur umum lapangan sudah bagus. Sudah bisa menyuplai ribuan nasi bungkus. Nanti apakah kurang ditambah lagi diajukan lagi termasuk toilet portable,” kata Suharyanto.
“Begitu bulan kedua biar tidak jadi susah. Maka diatur agar sesuai kebutuhan. Jangan sebulan pertama para pengungsi gemuk-gemuk, tapi di bulan kedua kemudian jadi kurus,” imbuhnya.
Terkait masa peralihan dari tanggap darurat menuju pemulihan, Kepala BNPB meminta agar pendataan dimaksimalkan, terutama jika ada rumah warga yang mengalami kerusakan fisik bangunan. Kepala BNPB mengatakan jika ada yang bisa segera diperbaiki, maka agar segera dilakukan. Akan tetapi jika ada kerusakan yang masuk dalam kategori rusak ringan, sedang hingga berat, maka pemerintah dapat memberikan bantuan dengan tingkatan kategori tersebut.
“Jika ada kerusakan rumah maka didata saja. Jika itu bisa diperbaiki dalam jangka pendek maka diajukan saja. Misal mereka butuh seng untuk atap saja, maka kita bisa berikan. Namun jika rusak ringan, sedang atau berat maka ada prosesnya. Pendataan ini kuncinya,” jelas Suharyanto.
Pada kesempatan itu, Suharyanto juga mendengar keluhan masyarakat yang tidak dapat mencari nafkah selama berada di penungsian. Ada juga warga yang mengeluhkan tentang terkendalanya biaya pendidikan anak karena tidak mampu bekerja selama erupsi berlangsung.
Mendengar hal itu Suharyanto meminta pemkab agar mengambil solusi terbaik dengan memanfaatkan program-program kementerian lembaga yang ada terkait permasalahan yang disebutkan. Suharyanto tidak ingin setelah erupsi berakhir, masyarakat jadi menderita dan jatuh miskin.
“Yang tidak bisa mencari nafkah, maka pemerintah harus bantu melalui beberapa mekanisme. Untuk membantu yang spesifik itu seperti apa. Jangan sampai setelah tanggap darurat ini mereka jadi jatuh miskin,” kata Suharyanto.
Dari segala upaya yang telah dilakukan demi kemanusiaan, Suharyanto turut menitipkan pesan jika nantinya erupsi berakhir maka bukan berarti tanggung jawab pemerintah daerah pun selesai. Fenomena alam yang dapat menjadi bencana tidak ada yang pernah tahu. Suharyanto berharap kepada pemerintah daerah agar tetap memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan mitigasi dan kesiapsiagaan untuk kedepannya. Kembali lagi ditegaskan Suharyanto bahwa BNPB tetap akan mendampingi dalam porsi yang sesuai dengan penanggulangan bencana.
“Tidak ada yang bisa menjamin 2024 ini kejadian terakhir. Artinya kita harus berfikir ini bisa kembali terjadi. Jika ada yang minta pindah atau direlokasi maka silakan dibicarakan,” kata Suharyanto.
“Kami akan bantu memetakan mana kira-kira yang apabila ada erupsi ini pasti ada korban. Ini memang perlu komunikasi dengan masyarakaat,” tambahnya.
Menutup rapat selama kurang lebih dua jam itu, Kepala BNPB kemudian menyerahkan bantuan tahap kedua berupa Dana Siap Pakai (DSP) senilai 550 juta rupiah dengan rincian 250 juta kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera, 150 juta kepada Kodim dan 150 juta kepada Polres setempat.
Adapun sebelumnya BNPB telah memberikan dukungan DSP tahap pertama senilai 250 juta rupiah. Dengan demikian jumlah total dukungan dana DSP BNPB untuk penanganan darurat dampak bencana erupsi Gunungapi Ibu senilai 800 juta rupiah. Selain dukungan DSP, BNPB juga telah memberikan bantuan berupa logistik dan peralatan dengan total 16 ton untuk penanganan darurat serta pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak.