BISNISTIME.COM, BPOM mengadakan Media Briefing terkait hasil Intensifikasi Pengawasan Kosmetik pada Klinik Kecantikan Tahun 2024 di Aula Bhineka Tunggal Ika BPOM. Acara ini dihadiri oleh jurnalis media nasional serta melibatkan asosiasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), serta asosiasi pelaku usaha klinik estetika dan pengusaha kosmetik.
Dalam pengawasan BPOM, ditemukan bahwa beberapa klinik kecantikan memasarkan produk yang tidak sesuai ketentuan. Temuan tersebut meliputi kosmetik yang mengandung bahan dilarang, skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan, kosmetik tanpa izin edar, produk kedaluwarsa, dan produk injeksi untuk tujuan memelihara kecantikan.
Mohamad Kashuri, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, menjelaskan bahwa intensifikasi pengawasan dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia selama 5 hari. Dari 731 klinik kecantikan yang diperiksa, 239 di antaranya tidak memenuhi ketentuan.
Data BPOM menunjukkan bahwa temuan pelanggaran termasuk kosmetik mengandung bahan dilarang, skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan, kosmetik tanpa izin edar, produk kedaluwarsa, dan produk injeksi kecantikan. Total produk yang diawasi dalam kegiatan ini mencapai 51.791 dengan nilai keekonomian mencapai Rp2,8 miliar.
Hasil pengawasan juga menunjukkan wilayah-wilayah dengan jumlah produk temuan yang besar, seperti di Kabupaten Bungo, Pekanbaru, Surabaya, Tarakan, dan Samarinda. Kosmetik tanpa izin edar dan skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan merupakan temuan utama.
Skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan ditemukan pada 21 UPT BPOM dengan nilai keekonomian sebesar Rp170 juta. Kosmetik tanpa izin edar juga masih ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan nilai keekonomian sebesar Rp1,7 miliar.
Dalam kegiatan intensifikasi pengawasan, produk kosmetik yang ditemukan mengandung bahan berbahaya senilai Rp323 juta, sementara produk injeksi kecantikan tanpa izin edar senilai Rp121 juta. BPOM memberikan sanksi administratif berupa pemusnahan produk, perintah penarikan produk, peringatan kepada klinik kecantikan, dan pencabutan izin edar produk.
Para perwakilan asosiasi profesi kesehatan, seperti PERDOSKI, IAI, dan IDI, memberikan apresiasi atas langkah BPOM dalam mengawasi produk kosmetik. Mereka juga menyoroti pentingnya edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha dalam menggunakan produk kosmetik yang aman dan legal.
Mohamad Kashuri mengajak para akademisi, pelaku usaha, dan awak media untuk memperkuat kerja sama dalam menekan kasus pelanggaran produk kosmetik di klinik kecantikan demi memberikan perlindungan bagi masyarakat.