BISNISTIME.COM,JAKARTA–Jelang penghujung tahun 2024 publik otomotif dikejutkan dengan tersiarnya kabar kemitraan strategis dua raksasa otomotif Jepang, Nissan dan Honda. Tersiarnya kabar tersebut tidak terlepas dari berkembangnya teknologi kendaraan listrik yang sangat pesat sebagai dampak dari beralihnya industri kendaraan berbahan bakar fosil,. Persaingan ketat dengan mobil China yang terus meningkat yang menggerogoti pasar mobil Jepang dan AS yang dapat mempengaruhi posisi Jepang sebagai pemimpin industri otomotif global.
Selain Nissan dan Honda, kabarnya Mitsubishi juga bersedia bergabung mengintegrasikan bisnis mereka.
Produsen otomotif Jepang tampaknya membutuhkan kemitraan strategis setelah tertinggal dari para pesaing besarnya di bidang kendaraan listrik dan kini berupaya memangkas biaya dan mengejar waktu yang hilang.
Langkah tersebut juga akan meningkatkan daya saing ketiganya terhadap rival mereka selama ini Toyota yang telah bermitra dengan Mazda dan Subaru Corp. serta pesaing Eropa mereka, Volkswagen AG. Toyota memproduksi 11,5 juta kendaraan pada tahun 2023, Honda memproduksi 4 juta dan Nissan memproduksi 3,4 juta. Mitsubishi Motors memproduksi lebih dari 1 juta. Bahkan setelah merger, Toyota akan tetap menjadi produsen mobil Jepang terkemuka.
Nissan, Honda, dan Mitsubishi mengumumkan pada bulan Agustus bahwa mereka akan berbagi komponen untuk kendaraan listrik seperti baterai dan bersama-sama meneliti perangkat lunak untuk kendaraan otonom. Penggabungan dapat menghasilkan raksasa yang bernilai sekitar 55 miliar dolar AS berdasarkan kapitalisasi modal ketiga perusahaan tersebut.
Lalu, mengapa Honda menggandeng Nissan sebagai mitra bisnis mereka. Menurut AP, Nissan memiliki SUV besar berbasis truk dengan rangka bodi seperti Armada dan Infiniti QX80 yang tidak dimiliki Honda, dengan kapasitas penarik yang besar dan performa off-road yang baik, kata Sam Fiorani, wakil presiden AutoForecast Solutions.
Sam juga menyebutkan Nissan memiliki pengalaman panjang dalam membangun baterai dan kendaraan listrik. Serta sistem propulsi hibrida gas-listrik yang dapat membantu Honda dalam mengembangkan kendaraan listriknya sendiri dan kendaraan hibrida generasi berikutnya. “Nissan memang memiliki beberapa segmen produk yang saat ini tidak digarap Honda,” dan merger atau kemitraan dapat membantu,” kata Sam Abuelsamid, analis industri otomotif di wilayah Detroit.
Kondisi Nissan sendiri dalam beberapa tahun terakhir juga tidak menggembirakan menyusul penangkapan mantan CEO Nissan, Carlos Chosn akhir 2018 silam. Bulan lalu Nissan mengumumkan akan memangkas 9.000 pekerjanya, atau sekitar 6 persen dari tenaga kerja globalnya serta mengurangi kapasitas produksi global sebesar 20 persen setelah melaporkan kerugian 9,3 miliar yen ($61 juta). Untuk efisiensi perusahaan, jajaran manajemen mengalami perombakan hingga CEO Nissan, Makoto Uchida, menerima pemotongan gaji sebesar 50 persen.
dok foto : Honda/Nissan